Apa kira-kira jawaban anda terhadap pertanyaan diatas?
Mungkin kita akan berpikir terlebih dahulu untuk memberi respon akan hal tersebut. Misalnya, lingkungan mana, yang jauh atau dekat dengan kehidupan kita sehari-hari? Kan sudah ada yang mengurus dan bertanggung jawab terhadap lingkungan, kenapa juga kita harus repot ikut peduli terhadap lingkungan. Sekelumit dialog tersebut menunjukkan bahwa banyak dari kita yang masih belum tahu, sadar, paham akan arti lingkungan hidup bagi manusia, apalagi perduli, mungkin termasuk diri kita. Coba kita renungkan sebentar.
Banyak orang menafsirkan kata lingkungan terkait dengan hal kebersihan, penghijauan semata. Katanya kebersihan adalah sebagian dari iman, tapi lingkungan kotor tidak peduli. Lingkungan berarti menanam pohon? Tidak salah namun tidak cukup. Terkadang orang menanam tapi lupa untuk memeliharanya, sehingga yang ada lahan tetap kering. Ada yang bilang masalah lingkungan karena pembuangan limbah pabrik/industri yang mencemari lingkungan sekitar.
Saat ini isu pemanasan global dan perubahan iklim menjadi populer. Orang ramai membincangkan penyebab dan dampaknya, dengan pemahaman yang masih beragam terkadang rancu. Tanpa disadari bahwa penyebabnya adalah aktivitas kita sehari-hari. Akibat ulah manusia yang tidak peduli akan alam, maka tidaklah heran bila kita menghadapi banyak bencana alam dan lingkungan. Banjir, kekeringan, kebakaran hutan, longsor menjadi menu bencana kita saat ini. Apakah sampah menjadi isu kritis bagi lingkungan? Banyak yang belum tahu bahwa sampah telah menjadi masalah nasional, sehingga perlu diatur secara khusus dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan Sampah. Dalam kesempatan lain kita akan bicara lebih lanjut tentang regulasi ini.
Tampaknya pengetahuan masyarakat tentang lingkungan dan permasalahanya masih terbatas. Sungguh aneh jika masih ada yang ragu, apakah lingkungan hidup kita saat ini sudah sedemikian bermasalahnya? Mari kita renungkan sejenak. Mulai aktivitas keluar rumah, kita disuguhi dengan hiruk pikuk kendaraan yang disertai bau asap hitam dan menyesakkan dada. Melewati jalan dan gang-gang sempit, bertemu kemacetan, belum lagi ada timbulan sampah di tempat pembuangan liar, yang tercecer sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap. Bagi yang bermobil, pemakaian AC menjadi perlu ketimbang membuka jendela mobil. Mereka yang bermotor atau pengguna transportasi umum, masker penutup hidup bukan menjadi gaya tapi menjadi kebutuhan. Tanpa disadari, kebutuhan akan udara bersih semakin kritis. Bisa saja, 10 tahun mendatang, kita keluar rumah memerlukan masker oksigen untuk dapat bernafas.
Bagaimana dengan kondisi air? Jika diadakan survey, mungkin terbukti bahwa sebagian besar rumah tangga di Jakarta sudah menggunakan air minum isi ulang. Jarang sekali rumah tangga yang memasak air keran untuk diminum. Gejala ini tidak saja menunjukkan sisi praktis dan ekonomis, tapi juga kekhawatiran terhadap kualitas air keran atau air tanah yang semakin menurun. Ketersediaan air bersih saat ini semakin sulit. Jika sekarang kita mencuci mobil dan motor dengan kucuran air yang berlimpah, demi kesehatan kita dihimbau minum 8 gelas air sehari, mungkin dua dasawarsa mendatang jangankan untuk mencuci, mandi, masak atau lainnya, ketersediaan air untuk minum saja akan sulit sekali. Ada yang mengilustrasikan, bahwa para wanita akan kehilangan mahkotanya, karena rambut tidak tumbuh lagi.
Ilustrasi tersebut seharusnya menyadarkan kita betapa kritisnya lingkungan hidup saat ini. Ditambah lagi dengan adanya masalah sampah. Sadarkah kita berapa banyak sampah yang dihasilkan setiap hari? Mulai dari bungkus permen, tisu, sisa dapur, sisa makanan, kemasan barang, kertas untuk tugas sekolah ataupun kantor, botol bekas minuman, obat, bahan kimia, dan masih banyak lagi. Awalnya terkumpul di tempat sampah, namun jika sampah seluruh warga Jakarta dikumpulkan, jadilah gunung sampah yang mengerikan. Sudahkah anda berkunjung ke TPA Bantargebang?
Jakarta, konon setiap harinya warga Jakarta menghasilnya 6.000 ton sampah, yang bila dikumpulkan, dalam seminggu sampah bisa memenuhi Stadion Utama GBK Senayan. Warga kota Bandung sempat mendapat julukan “Bandung Lautan Sampah”. Bahkan sempat menelan korban jiwa ketika gunungan sampah di TPA Leuwigajah longsor, ratusan orang terkubur di dalam sampah. Menangani sampah tidaklah mudah, namun bukan berarti tidak bisa.
Permasalahan lingkungan semakin rumit dari waktu ke waktu. Perlu perhatian yang serius, bukan saja dari pemerintah tapi juga masyarakat harus berperan. Penyebab masalah lingkungan tidak bertumpu pada satu faktor oleh karenanya penyelesaian perlu dilakukan secara terpadu, sistemik, berkoordinasi dengan semua pemangku kepentingan. Kesadaran, kepedulian dan partisipasi masyarakat menjadi hal penting. Regulasi yang memadai, aparat penegak hukum yang canggih tidak menjamin terselesaikannya masalah. Namun dengan kekuatan masyarakat ‘people power’ maka niscaya kualitas lingkungan akan membaik. Tidak percaya? Mudahnya, masalah banjir. Curah hujan memang tinggi, namun keberadaan berbagai fasilitas seperti kanal, waduk, gorong-gorong dan lainnya menjadi tidak berarti karena dipenuhi sampah yang kita hasilnya dan dibuang sembarangan.
Kembali pada pertanyaan awal, bila anda merasa peduli akan lingkungan mari melakukan sesuatu, dari sekarang, dari hal yang kecil dan dari diri sendiri. Dari kita untuk kita. Semoga tulisan singkat ini dapat menginspirasi. Terima kasih.
Penulis,
Dra. J. Kumala Dewi, MSc.
Sosiolog pemerhati Pendidikan Lingkungan Hidup.